Tradisi kekututan di Keraton Ngayogjakarta Hadiningrat muncul pada zaman Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Buwono VII (1877-1921) mengembangkan perkutut dekat Imogiri untuk Sanden. Sanden adalah acara mendengarkan suara perkutut secara bersama-sama dengan menikmati hidangan sekedarnya. Pada masa inilah lahir Gending Monggang yang khusus disajikan dalam upacara sakral Grebeg. Lagu karya Sri Sultan Hamengku Buwono VII ini tercipta dengan diilhami suara anggungan perkutut bernama Monggang.
Pada zaman Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921-1939), keraton sering menyelenggarakan kekututan yang disebut Lurugan Beksi Berkutut, sekarang ini mungkin identik dengan konkurs perkutut. Kegiatan itu banyak diikuti para bangsawan, petinggi pemerintahan para pedagang kaya, dokter, dan orang-orang terhormat lainnya.
Gemar kekututan juga berlangsung pada masa pemerintahan Sri Mangkunegoro VII di Surakarta. Acara kekututan diselenggarakan di halaman keraton Mangkunegaran. Peserta kekututan tak hanya menikmati suara perkutut , tetapi juga larut dalam diskusi serta tukar menukar informasi dan pengalaman. Kekututan pada masa itu tak hanya bersifat pameran dan seminar, tetapi juga dapat dipakai sebagai latihan spiritual. Perkutut dipelihara tak hanya untuk dinikmati suara anggungnya, tetapi dari kepercayaan ada kekuatan magis yang bisa mempengaruhi jalan hidup seseorang.
Perkutut termasuk bilangan lima dalam tradisi Jawa. Bilangan lima yang dimaksud adalah wisma (rumah), garwa (isteri), curiga (keris), turangga (kuda), dan kulila (perkutut). Kelimanya mutlak harus dimiliki seorang lelaki, kalau ingin disebut lelaki sempurna dalam tradisi Jawa yang berlatar belakang kebudayaan keraton. Perkutut merupakan alat pencipta kepuasan atau kenikmatan pribadi. Suaranya memberikan suasana tenang, teduh, santai, bahagia, dan seolah-olah manusia dapat berhubungan dengan alam semesta secara langsung. Selain dari itu perkutut memiliki keistimewaan luar biasa karena dianggap memiliki kekuatan gaib yang dapat mempengaruhi pemiliknya.
Perkutut jantan umur 2,5 bulan biasanya sudah mulai manggung atau berbunyi tetapi belum sebagus ketika umur 6 bulan keatas. Yang jantan bunyinya nyaring, suara bas-nya besar dengan power juga besar. Lantang dan stabil.
Kuping yang tajam dan terlatih baik seperti kupingnya Padmodiprodjo bisa membedakan dengan sangat sempurna, suara depan, bunyi suara tengah dan bunyi koong suara ujung.
Suara runtut (depan-tengah-ujung, yang serasi dalam tempo panjang, tidak tergesa-gesa), lebih enak didengar dari pada suara nyoklek (pata-patah).
Perkutut yang bagus, manggungnya selaras, artinya: masa selang (pause)-nya antara bunyi pertama dan berikutnya tidak terlalu cepat, tapi juga tidak terlalu panjang. Pas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar